Subulussalam | Adu pendapat argumentasi yang ditujukan Toto Ujung atas penjelasannya menanggapi pernyataan Muslim Aiyup Anggota DPR-RI TERPILIH dari Partai Nasdem yang meminta KIP Kota Subulussalam untuk dibekukan DKPP atas dugaan ketidak netralan KIP Kota Subulussalam. (25/09/24).
Ardhi Yanto yang akrab disapa warga Kota Subulussalam dengan sebutan Toto sebelumnya menanggapi Statmant dari Muslim Ayup “Asbun” di Medya Online, kali ini mendapat sanggahan dari seorang pengamat Politik Kota Subulussalam.
Sebelumnya, ini tanggapan serius dari TOTO UJUNG atas dinamika politik yang terjadi di kota Subulussalam pasca penetapan Paslon Wali dan Wakil Walikota Subulussalam. “Muslim Aiyub jangan ASBUN.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Toto Ujung, Muslim Aiyub harusnya terlebih dahulu mencermati kondisi yang terjadi di Kota Subulussalam. Dipenjelasan Toto “pemicu persoalan yang terjadi di Kota Subulussalam, merupakan adanya surat penjelasan KIP Aceh tentang pengertian “orang Aceh” pada Qanun nomor 12 tahun 2016 yang sudah diubah menjadi Qanun nomor 7 tahun 2024 tentang Pemilihan Kepala daerah di Aceh.”
Sehingga KIP Kota Subulussalam mengeksekusi salah satu paslon menjadi TMS. Namun, KIP Aceh kembali mengeluarkan surat yang seolah-olah menganulir kembali suratnya yang pertama dengan menambah penjelasan tentang kelemahan Qanun itu sendiri yang tidak bisa diterapkan saat ini di Pilkada Aceh.
Sanggahan terhadap pernyataan Toto Ujung itu Ditanggapi Ramadin, ST sebagai Pengamat Politik di daerah Kota Subulussalam menurutnya :
1. Penilaian Subjektif dan Prematur: Menyebut bahwa Muslim Aiyub “asal bunyi” tanpa memperhitungkan substansi dari pernyataannya adalah penilaian yang subjektif. Muslim Aiyub, sebagai figur nasional, tentunya memiliki hak untuk berkomentar dan memberikan pandangan terhadap situasi yang terjadi di Subulussalam, terlebih jika ada ketidakpastian dalam pelaksanaan Pilkada.
2. Fokus pada Keadilan: Muslim Aiyub menyoroti pentingnya tindakan tegas terhadap KIP Subulussalam berdasarkan dugaan ketidakprofesionalan dalam mengelola proses pilkada. Ini adalah pernyataan yang relevan, mengingat bahwa integritas KIP sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Menyalahkan pernyataan ini sebagai pemicu suasana keruh merupakan pengalihan isu, sebab esensi dari pernyataan tersebut adalah untuk meminta kejelasan dan keadilan.
3. Peran KIP Aceh: Pernyataan Toto Ujung terkait perubahan surat KIP Aceh yang menimbulkan ketidakpastian semakin memperkuat argumen Muslim Aiyub. Jika KIP Aceh sendiri memberikan arahan yang saling bertentangan, ini menunjukkan ada masalah dalam mekanisme yang seharusnya disoroti oleh semua pihak, termasuk Muslim Aiyub.
4. Penanganan Kerusuhan: Muslim Aiyub juga tidak menutup mata terhadap aksi kekerasan yang terjadi dan setuju bahwa perusuh harus diproses secara hukum. Namun, tugasnya sebagai tokoh publik juga untuk mengingatkan pihak penyelenggara agar memastikan bahwa kerusuhan ini tidak terjadi karena adanya ketidakadilan atau ketidakpastian dalam proses pilkada itu sendiri.
5. Kritik Bukan Upaya Menurunkan Kelas: Mengkritik lembaga publik, seperti KIP, bukan berarti menurunkan kelas seseorang, tetapi justru menunjukkan tanggung jawab sebagai pemimpin yang peduli terhadap kualitas demokrasi. Muslim Aiyub berfokus pada menjaga integritas Pilkada, yang seharusnya disambut sebagai kontribusi positif, bukan dianggap sebagai pelecehan terhadap level politiknya.
“Dengan demikian, pernyataan Muslim Aiyub bukanlah upaya untuk membuat suasana keruh, melainkan kritik yang membangun untuk memastikan Pilkada berlangsung adil dan damai di Kota Subulussalam.” Jelas Ramadin, ST menjelaskan. (Reduksi :Team FRN