Banda Aceh– Kepemimpinan Penjabat (PJ) Walikota Banda Aceh, Amiruddin, menuai berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Salah satu isu yang paling mencuat adalah kebijakan Amiruddin yang dianggap “menyunat” hak-hak rakyat, termasuk tenaga kerja yang kini tidak dibayar sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK). Hal ini menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu terakhir, memicu kritik dari berbagai pihak.
Banyak masyarakat menilai bahwa Amiruddin telah gagal dalam memenuhi hak-hak masyarakat kecil. Berbagai bantuan dan tunjangan yang selama ini diandalkan oleh warga, seperti tunjangan kematian, bantuan melahirkan, serta bantuan bagi kalangan disabilitas, kini tidak lagi tersedia. Program-program ini sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat Banda Aceh, dan ketiadaannya dirasakan sangat merugikan.
“Selama Pak Amiruddin menjabat sebagai PJ Walikota, tunjangan kematian, bantuan melahirkan, bantuan untuk kalangan disabilitas, bantuan rumah duafa, dan bantuan untuk pedagang kecil sudah tidak ada lagi,” ungkap seorang sumber dari media lokal. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, yang merasa hak-hak mereka tidak dihargai dan dipenuhi oleh pemerintah kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan penggusuran pedagang kaki lima (PKL) di belakang Masjid Raya Jalan Pante Kulu juga menjadi salah satu isu yang mendapat sorotan tajam. Penggusuran ini dinilai tidak pro terhadap kemanusiaan dan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat kecil yang mengandalkan usaha kecil untuk hidup sehari-hari. Banyak yang merasa bahwa kebijakan ini dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan.
Selain itu, kritik juga datang terkait pemotongan berbagai tunjangan dan bantuan yang sangat diperlukan oleh masyarakat kecil. Misalnya, tunjangan kematian yang sebelumnya membantu keluarga yang berduka untuk mengurangi beban biaya pemakaman kini ditiadakan. Begitu juga dengan bantuan melahirkan yang membantu ibu-ibu dalam proses persalinan, serta bantuan untuk disabilitas yang sangat krusial untuk membantu mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih layak.
Program bantuan rumah duafa yang bertujuan untuk membantu keluarga kurang mampu mendapatkan tempat tinggal yang layak juga tidak lagi berjalan di masa kepemimpinan Amiruddin. Padahal, program ini sangat dibutuhkan oleh banyak keluarga miskin di Banda Aceh. Tanpa bantuan tersebut, banyak keluarga yang kini harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Bantuan untuk pedagang kecil yang sebelumnya membantu mereka untuk mengembangkan usaha kini juga tidak ada lagi. Bantuan ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan membantu masyarakat kecil untuk mandiri secara ekonomi. Dengan dihilangkannya bantuan tersebut, banyak pedagang kecil yang kini kesulitan untuk mempertahankan usaha mereka.
Tidak hanya itu, berbagai program bantuan sosial lainnya yang dulu rutin diberikan kepada masyarakat kini ditiadakan, membuat banyak warga merasa diabaikan dan tidak diperhatikan oleh pemerintah kota. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Amiruddin dalam memimpin dan melayani masyarakat Banda Aceh.
Dalam menghadapi kritik ini, Amiruddin diharapkan dapat memberikan penjelasan yang transparan dan mencari solusi untuk mengembalikan hak-hak masyarakat yang telah hilang. Masyarakat berharap ada perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat kecil dan memberikan keadilan bagi semua warga Banda Aceh. Ke depan, diharapkan ada langkah-langkah konkret dari pemerintah kota untuk memperbaiki kondisi ini dan memastikan kesejahteraan masyarakat terjaga.