Opini oleh : Sri Rajasa Chandra, M.BA
Perdamaian Aceh sejatinya adalah pintu gerbang menuju Aceh yang sejahtera dan secara berdikari mengolah kekayaan sumber alam yang melimpah. Tapi, realitas yang dihadapi rakyat Aceh hari ini, jauh panggang dari api. Alih-alih untuk bisa meraih hidup layak, demi keluar dari garis kemiskinan saja begitu sulitnya.
Sekalipun gelontoran dana otonomi khusus dari Pemerintah Pusat sudah mencapai 100 Triliun. Aceh tetap menduduki peringkat 1 sebagai Provinsi termiskin di Sumatera. Biang keladi dari carut marut persoalan kemiskinan di Aceh, disebabkan oleh tata kelola pemerintahan dan hukum yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aceh bak surga yang diturunkan Tuhan ke dunia, aneka ragam kekayaan alam Aceh yang amat melimpah berada dipermukaan maupun didalam tanah, pada paska damai Aceh telah mengundang para investor dan oligarki tambang, untuk mengeksplorasi kekayaan alam Aceh, semata-mata hanya mengedepankan profit oriented.
Dengan kekuatan finansial, investor dan oligarki tambang memperoleh karpet merah dari para pemangku kebijakan di daerah dan pusat, dalam rangka merampas warisan Indatu. Fakta dilapangan teraktual diantaranya PT Gayo Mineral Resources (GMR), terbukti melakukan eksplorasi di kawasan hutan lindung di Kecamatan Pantan Cuaca Kabupaten Gayo Lues.
Tentunya telah terjadi pelanggaran yang dilakukan PT GMR, tapi ironinya para pejabat terkait dan aparat penegak hukum lamban untuk mengambil langkah hukum. Tidak salah jika rakyat menuding telah terjadi standar ganda penegakan hukum, terkait persoalan pertambangan.
Fenomena standar ganda penegakan hukum dan pemberian ijin pertambangan yang tebang pilih, terjadi disemua level Pemerintahan Daerah. Koperasi tambang rakyat yang menjadi tumpuan masyarakat Aceh, untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, harus kandas ketika permohonan rekomendasi ijin Wilayah Pertambangan Rakyat, masuk ke tempat sampah para Bupati dan Walikota di Aceh, dengan alasan yang sangat tidak rasional. Perlu menjadi atensi jajaran Kepala Daerah di Aceh, bahwa kebijakan disektor minerba yang tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat, menjadi potensi kerawanan yang akan menjadi ancaman munculnya kembali ide-ide separatisme di Aceh.
Penulis adalah Pemerhati Politik, Sosial dan Intelijen