✓PORTALPASEE | KAMIS, 01/08. JAKARTA – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menekankan pentingnya pemerintah menjadikan penempatan pekerja migran sebagai strategi nasional dalam menekan masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Data World Economic Outlook per April 2024, dari 279,96 juta penduduk Indonesia, sekitar 5,2 persennya adalah pengangguran. Tingkat penganggurannya teratas di ASEAN.
Mengatasi tingginya angka pengangguran, salah satunya bisa dengan memanfaatkan fasilitas dari pemerintah Korea Selatan yang menerbitkan visa E-8 bagi pekerja musiman/Seasonal Worker Program (SWP) di sektor pertanian dan perikanan. Pendapatannya jika dirupiahkan bisa mencapai Rp 30 jutaan. Sayangnya program dari pemerintah Korea Selatan tersebut justru tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia. Kementerian Tenaga Kerja RI justru malah mengeluarkan Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja B-3/429/PK.02.03/1/2021, yang melarang penempatan PMI ke Korea Selatan menggunakan Visa E-8.
“Akibatnya banyak calon pekerja musiman dari Indonesia yang tidak bisa bekerja di Korea Selatan. Hal ini justru malah dimanfaatkan oleh berbagai negara lain seperti Timor Leste hingga Afghanistan, yang mendapatkan keuntungan hingga triliunan rupiah dari penempatan pekerja musiman visa E-8 di Korea Selatan,” ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Pusat Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila, di Jakarta, Kamis (01/08/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hadir jajaran Pusat Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila antara lain, Ketua Jamaludin Suryahadikusuma, Wakil Ketua Zul Fikri, Sekretaris Joe Bugis, Wakil Sekretaris Agustinus Butar-butar, dan Humas Deddy.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, pekerja musiman menggunakan visa E-8 merupakan program resmi pemerintah Korea Selatan untuk mengatasi minimnya tenaga kerja lokal mereka di sektor pertanian dan perikanan. Kedua sektor tersebut diakui oleh Kementerian Kehakiman Korea Selatan sebagai industri yang pada prinsipnya memerlukan pekerjaan intensif kurang dari 90 hari karena ada faktor musiman.
“Pada tahun 2019 saja, Korea Selatan menerima sekitar 7 ribuan pekerja musiman dari 11 negara. Meningkat menjadi 19 ribuan pada tahun 2022. Seiring semakin berkurangnya tenaga kerja lokal di Korea Selatan, diprediksi per tahunnya Korea Selatan akan membutuhkan 20 hingga 50 ribu pekerja musiman dari luar Korea Selatan,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, program pekerja musiman di Korea Selatan juga memberikan jaminan dan kepastian yang tinggi kepada para tenaga kerja. Karena visa E-8 akan dikeluarkan berdasarkan nota kesepahaman antara pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota di Indonesia, dengan pemerintah tingkat kabupaten/kota di Korea Selatan.
“Berbagai pemerintah daerah di Indonesia sudah siap memberikan pelatihan dan mengirimkan tenaga kerja. Karenanya, daripada melakukan pelarangan terhadap pengiriman PMI visa E-8, akan lebih arif dan bijaksana apabila pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja RI, membuka dialog dengan para pemerintah daerah, para pelaku dunia usaha, hingga para akademisi dan praktisi ketenagakerjaan. Sehingga berbagai kekhawatiran sisi negatif dari pemberlakukan pengiriman PMI visa E-8 bisa diatasi,” pungkas Bamsoet.
[Timred]